Sunan Kalijaga wali songo
Sunan Kalijaga (Susuhunan Kalijaga) adalah seorang tokoh Walisongo, dikenal sebagai wali yang sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak.
Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1400-an dari keluarga bangsawan Tuban, yakni dari seorang bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta dan istrinya yang bernama Dewi Nawangrum.
Sunan kalijaga bernama asli Raden sahid.
[ ] Masa muda
Raden sahit sewaktu muda sering sekali berkeliling kampung melihat kehidupan masyarakat pada umumnya.dia selalu keluar kadipaten seorang diri dengan menggunakan pakaian masyarakat pada umumnya.hal tersebut dilakukan agar masyarakat tidak curiga.
Suatu ketika,sampailah pada sebuah rumah bambu.dari dalam rumah terdengar anak -anak menangis meminta makan.didekatilah sang ibu yang memasak.saat dibuka apa yang dimasak,raden sahid terkejud.ternyata sejak tadi sang ibu memasak batu.
Melihat kejadian tersebut,raden sahid lekas pulang.raden sahid mengambil satu karung beras dan dibagi -bagikan penduduk.hari demi hari berganti,raden sahid trus mlakukan rutinitas tersebut.
Kegiatan raden sahid yang selalu mengambil beras ternyata diketahui kepala gudang.karena tidak berani menegur raden sahit,akhirnya hal tersebut dilaporkan kepada sang adipati.
Sang adipati pun menegur raden sahit,meminta menghentikan kegiatan tersebut.hal tersebut disebabkan kewajiban tuban membayar upeti ke mataram,meski saat itu tuban dilanda kekeringan dan kelaparan.Raden sahid yang mengetahui ketidak berdayaan ayahnya akhirnya diam.
[ ] Bradal lokajaya
Raden sahid yang dilarang ayahnya mengambil beras digudang akhirnya mulai mencuri harta benda dari orang kaya yang pelit dan kikir.setiap hasil curiannya selalu ia bagi kepada fakir miskin dengan menaruh di depan pintu.Saat beraksi raden sahid selalu memakai topeng dan mengganti nama sebagai Lokajaya(perampok budiman).
[ ] Diusir dari kadipaten
Diceritakan suatu ketika,karena nama brandal lokajaya terkenal.ada seorang perampok yang memanfaatkan nama tersebut untuk beraksi.sang perambok ini suka mencuri,merampok,bahkan memperkosa.berbeda dengan raden sahid yg hanya merampok orang kaya dan tempat judi.
Dengan adanya pencurian dan perampokan yang terjadi terus menerus di kadipaten, maka dilakukanlah pengintaian.Naasnya ketika raden sahid beraksi Para penjaga kadipaten berhasil menangkap pencuri tersebut dan menyerahkan kepada Tumenggung Wilatikta. Betapa terkejutnya Tumenggung Wilatikta mendapati kenyataan bahwa putranya sendiri yang telah melakukan pencurian.
Raden sahid di dakwa atas pencurian,perampokan,dan pemerkosaan.raden sahid membantah soal pemerkosaan namun membenarkan soal pencurian.Raden sahit mengatakan klau yang mencuri,merampok,dan memperkosa bukan dirinya melainkan orang lain.adipati tidak mempercainya Kemudian Raden sahid diusir dari kadipaten oleh ayahnya.
Raden sahid akan di ijinkan kembali ke kadipaten,asalkan dia bisa menggetarkan kadipaten dengan alunan Alqur'an yang dibacanya.
Pengusiran tersebut tidak membuat Sunan Kalijaga jera. Ia tetap melakukan perampokan terhadap orang-orang kaya dan hasil jarahannya tetap ia bagikan kepada rakyat miskin.
[ ] Pertemuan dengan sunan bonang
Suatu hari di hutan, Brandal Lokajaya melihat lelaki tua menggunakan tongkat yang gagangnya berkilau layaknya emas.Bergegaslah dia untuk mengejar pria tua tersebut untuk merampas tongkatnya hingga membuatnya kaget dan jatuh tersungkur.setelah di amati ternyata bukan emas, lantas Raden Said mengembalikan tongkat tersebut.
Raden Said melihat pria tua tersebut menangis. Raden Said menanyakan mengapa ia menangis,padal tongkatnya telah dikembalikan. lelaki tua itu menjawab karena tanpa sengaja telah mencabut rumput saat tersungkur.
Singkat cerita Lelaki tua itu menasehati bahwa mencuri itu tidak baik, walaupun membagikan hasil curiannya kepada rakyat miskin.Melakukan kebaikan dari hasil kejahatan sama saja seperti mencuci dengan air kencing, ucap lelaki tua.
Lelaki tua menunjuk ke arah pohon Aren.seketika buah aren berubah menjadi emas. Raden Said setelah melihatnya segera berusaha mengambil buah tersebut, tetapi jatuh kemudian pingsan.
Saat Raden Said sadar, lelaki tua itu sudah tidak ada.buah Arenpun kembali sedia kala.Raden Said yang mengetahu bahwa orang tua tadi bukanlah orang biasa,terbesitlah keinginan untuk berguru dengannya. Ia mencari-cari lelaki tua itu di sekitar, tetapi tak berhasil menemukannya.
Selang waktu yang cukup lama, Raden Said menemukan lelaki tua itu kembali yang sedang menyebrangi sungai. Ia memanggil dan menyampaikan niatnya untuk berguru.disinilah raden sahit baru mengetahui ternyata lelaki tersebut adalah Sunan bonang.
Dikisahkan sunan bonang memerintahkan Raden Said menjaga tongkatnya yang ditancapkan dipinggir sungai yang nantinya akan diambil kembali.Perintah Sunan Bonang pun dituruti oleh Raden Said. Raden Said pun menanti dengan sabar. Setiap orang yang melihat Raden Said akhirnya menjuluki sebagai penjaga kali(sungai).
Setelah tiga tahun akhirnya Sunan Bonang kembali, dan menemukan tubuh Raden Said sudah tertutup semak belukar serta dedaunan.
Ia membersihkan tubuh Raden Said dari belukar dan dedaunan yang menutupinya. Lantas membangunkan Raden Said dan menyuruhnya untuk bersuci.
Sejak itulah Raden Said berguru kepada Sunan Bonang, dan sejak itu pula Raden Said resmi menjadi salah satu wali dengan nama Sunan Kalijaga.
[ ] Kebenaran raden sahid.
Setiap mlam raden sahit selalu melantunkan ayat Alqur'an.ajaibnya setiap ayat Alqur'an dibacanya,disaat itu juga kadipaten bergetar.setiap kejadian terjadi,para penghuni kadipaten sangat bersedih,terutama sang adipati dan istrinya.
Adipati teringat anaknya raden sahid yang telah diusir.beberapa hari setelah mengusir raden sahid,perampok yang menyamar sebagai brandal lokajaya tertangkap.akhirny terkuaklah kebenaran sebenarnya.
Tibalah sunan kalijaga di kadipaten.ia diterima dengan baik,dan diminta kembali tinggal dan menggantikan ayahnya di kabupaten.tetapi sunan khalijaga menolak dan lebih memilih menyiarkan agama islam.
Demikian cerita singkat Sunan kalijaga.
Komentar